Meneladani Pribadi Kong Hu Cu
Kong Hu Cu, mungkin jika mendengar nama tersebut , yang terlintas di pikiran beberapa orang adalah salah satu agama atau kepercayaan yang diakui oleh negara Indonesia, namun selain itu, Kong Hu Cu adalah nama tokoh dari Tiongkok yang lahir sekitar tahun 551 Sebelum Masehi (SM). Dia adalah pendiri Konfusianisme yang memiliki pengaruh terhadap politik, ekonomi dan kebuyaan di Tiongkok, tetapi Konfusianisme tidak hanya pada bidang tersebut, tetapi juga perilaku dan cara berpikir orang-orang yang memiliki garis keturunan Tionghoa. Itu adalah sedikit gambaran dari Kong Hu Cu.
Saya selaku penulis bisa dibilang pengagum tokoh ini, ada beberapa hal yang harus diteladani dari tokoh asal Tiongkok ini. Beberapa hal tersebut 1 ) Tidak mudah menyerah pada keadaan, Kong Hu Cu pernah menempati posisi tinggi di pemerintahan kota Lu, namun karena adanya fitnah dari orang yang tidak suka kepadanya, maka ia dipecat dan diusir dari kota tersebut. Saat diusir, dia berkelana ke berbagai wilayah dan menjadi guru sambil menyebarkan ajarannya, tetapi penguasa pada saat itu tidak mau menjalankan ajaran-ajaran dari Kong Hu Cu dan akhirnya setelah dia wafat, ajaran darinya tersebar luas ke seluruh negeri. Seandainya saja Kong Hu Cu menyerah saat ajarannya ditolak, mungkin ajaran tersebut tidak bisa dikenal luas seperti sekarang. 2 ) Mengutamakan Kewajiban, Konfusianisme yang diajarkan oleh Kung Hu Cu meminta setiap individu untuk mengutamakan kewajiban daripada menonjolkan hak-hak pribadi, dalam menjalani kehidupan tidak dapat dipungkiri terkadang kita lebih senang menuntut hak sebelum menyelesaikan kewajiban yang seharusnya kita selesaikan terlebih dahulu. 3 ) Berusaha Menghindari Kekerasan, Kong Hu Cu berpendapat bahwa penguasa dan rakyat seharusnya berpegang teguh pada moralitas yang benar dan tidak hidup dengan cara-cara kekerasan, pemikiran inilah yang paling saya kagumi dari Kong Hu Cu. Menurut saya seandainya kita bisa hidup sambil berpegang teguh pada moral yang baik, maka seharusnya tidak perlu ada kekerasan, jika para penguasa memelihara moralnya dengan baik, maka dia tidak perlu korupsi sehingga tidak terbentuk hukuman yang keras dan jika rakyat tetap berpegang teguh pada moral yang baik, tentu dia tidak akan mudah dihasut untuk melakukan aksi terorisme terhadap orang yang memiliki perbedaan.
Sumber Referensi : Murtiningsih, Wahyu. 2014. Para Filsuf dari Plato sampai Ibnu Bajjah. Jogjakarta: IRCiSoD.
Komentar
Posting Komentar